Cerpen khusus Fitriani Nasution*
Gadis itu masih terdiam di sudut ruangan itu, diantara meja-meja yang hampir rusak, dengan melipat kedua kakinya dengan tangan, dia tetap menangis dan menangis terus-menerus, sampai air matanya tak keluar lagi. Gadis itu masih saja hanyut dalam tangisan yang sia-sia itu. Tak ada serorang pun di dalam ruangan, sepi dan sunyi serta gelap yang menjadi teman setia gadis itu,tapi lemari kusuh yang berada tepat di depannya itu sudah cukup menjadi saksi kesedihan dan kegelisan hati gadis polos itu. Sudah hampir satu jam gadis itu duduk di pojok ruangan yang kotor dan bau tanpa suara, tapi sangat jelas mata kosong yang menatap langit lewat jendela kusam itu mengisyaratkan sesuatu. Perlahan dia pun mulai menundukan kepala, kepala yang tadi sempat menantang keadaan yang membuatnya seperti itu.
***
Malam rabu yang sangat cerah , membuatku sangat senang untuk berangkat ke tempat itu, walaupun ku tak tahu itu tempat apa dan dimana. Aku senang bukan karena sekedar ingin pergi ke tempat itu, tapi lebih karena pria dewasa itu yang mengajakku pergi. Malam pun sangat bersahabat dengaku, malam yang indah, tentu bukan tanpa bintang, bulan saja hadir pada malam itu. Ya, mungkin alam tahu apa yang sedang dirasakan penghuni yang satu ini.
Hampir dua jam aku berias diri di depan kaca kesayanganku ini. Kaca yang besar, lebih besar dari tubuhku sendiri sehingga aku bisa sangat puas melihat diriku sendiri di depan kaca itu. Tanpa sadar, aku seperti orang yang kehilangan kesadaran, aku jadi sering, bahkan terlalu sering tersenyum melihat diriku sendiri di kaca itu. Tak ada yang spesial dengan hal itu, tapi hal ini sangat berarti bagiku, “ kau sangat cantik “ hatiku berbisik seperti itu. Aku pun berbalik berbisik dalam hati,” itu karena aku bahagia “.
Tepat jam delapan malam, pria dewasa itu datang menjemputku, dengan mobil berwarna hitam , dia pun memakai kemeja hitam kotak-kotak dan celana bahan hitam, tak lupa sepatu pantofel yang hitam pula. Seolah dia ingin menjemput putri yang dicintainya dan ingin di suntingnya itu. Dengan penuh senyum manis dan muka merah merona, gadis itu pun masuk ke dalam mobil itu, dengan senang gadis itu berkata, “ mau kemana kita mas ?”, tak ada jawaban satu kata pun yang di ucap pria dewasa itu, pria dewasa itu hanya tersenyum tanpa mengisyaratkan sesuatu. Mobil pun tetap melaju sangat cepat, sunyi, tanpa ada suara apa pun dari penghuni di dalamnya.
Tempat indah itu membuatku terkagum-kagum, sebuah rumah makan pas di sebelah pantai selatan, dirias sangat indah dengan nuansa lampu seperti pelangi, berwarna-warni, melambangkan suasana hatiku saat ini. Di salah satu meja telah tersedia menu makanan kesukaanku dan tentu makanan kesukaan dia pula, tak lupa pula di rumah makan itu diputar lagu-lagu kenangan cintaku dan dia yang terangkum indah selama tiga tahun belakangan ini. Tak ada orang di dalam rumah makan ini, itu karena dia telah menyewa secara khusus untukku malam ini.
Dia memegang tanganku untuk menghampiri meja khusus itu, dan mempersilakan aku duduk. Tanpa banyak kata, tanpa minum dan memakan hidangan spesial itu, tiba-tiba saja dengan sangat cepat pria dewasa itu mengatakan dengan lembut, sangat lembut sekali,” will you marry me? “, dan tak kalah cepatnya aku pun berucap dengan lantang, “ ya “. Kita saling meluapkan bahagia dengan cara wajar yang dilakukan para pasangan yang sedang dilanda asmara ini. Aku bahagia, karena dia sekarang bukan hanya sekedar pacarku, tapi calon suamiku. Niat untuk mempersuntingku bulan depan pun telah dia utarakan kepada keluargaku, tentu saja dengan keluarganya dia datang .
***
Hari bahagia pun akan tiba beberapa jam lagi, gadis itu terlihat sangat cantik di kamar itu. Dengan gelisah dan cemas, gadis itu sambil menggenggam kedua tangannya tanpa sadar telah mondar-mandir di dalam kamar itu beratus-ratus kali. Semua para undangan telah hadir untuk menyaksikan dan mendoakan pasangan yang akan ijab kobul dan akan syah menjadi suami istri itu. Penghulu memanggil pihak keluarga untuk meminta sang calon pengantin itu untuk keluar, karena sudah lewat tiga jam dari yang telah ditentukan.
Pria dewasa itu belum juga datang, pun dengan keluarganya yang dari makasar. Gadis itu sudah sangat letih menghubungi pria itu dan semua sanak keluarganya, tapi nihil tak ada satu pun yang menjawab. Gadis itu mulai putus asa dengan keadaan yang menyesakkan hatinya itu. Pria itu benar-benar tak datang dihari yang bahagia itu. 10 jam telah berlalu, dan tetap tak ada kabar. Para tamu undangan satu persatu telah meninggalkan tempat dimana seharusnya dilaksanakan ijab kobul itu, begitu pula dengan penghulunya.
Gadis itu hanya bisa diam dalam tangisannya, entah apa yang membuat semua ini terjadi. Gadis itu protes dengan Tuhannya, dia menuntut apa yang seharusnya dia dapatkan pada hari itu. Tapi, tetap tak ada jawaban dari Tuhannya itu. Tiga bulan sudah berlalu,tanpa sedikit pun beranjak dari lantai itu, di ruangan yang sempat membuat gadis itu bahagia, dia tetap saja tak barucap satu kata pun. Hanya tangisan yang terlihat di pipi merahnya. Banyak psikiater dan dokter yang dimintai tolong pihak keluarga untuk memeriksa gadis itu, tapi tak ada kemajuan apa pun. Para psikiater dan dokter menyarankan untuk secepatnya dibawa kerumah sakit jiwa, supaya tidak sakit berkelanjutan.
Gadis itu telah berada di tempat yang seharusnya dia tempati saat ini. Mata kosong itu tetap saja berharap pria dewasa itu datang padanya. Tapi setidaknya gadis itu beruntung, karena dalam ketidak warasaanya dia tidak mengetahui bahwa pria dewasa itu ternyata menikah dengan orang lain , tepat dihari dimana seharusnya dia menikahi gadis itu juga. Tak lain dan tak bukan, pria dewasa itu telah menikahi sahabatnya sendiri. Sahabat kecil yang sangat disayangi gadis itu. Mereka menikah di makasar.
Keluarga pria itu sebenarnya tidak setuju akan pernikahan anaknya itu. Tapi, sahabatnya itu telah hamil lima bulan, dan bayi yang dijaninnya milik pria dewasa itu . Itulah alasan yang diberikan oleh pihak keluarga pria perihal kenapa mereka tak datang dan tak bisa dihubungi pada hari itu. Itu karena tak ingin melukai hati gadis lugu itu beserta keluarganya.Tapi, tidak tahukah sebenarnya, menjadi gila itu lebih menyakitkan dan sangat memalukan daripada mengetahui hal itu?.
Gadis itu masih terdiam di sudut ruangan itu, diantara meja-meja yang hampir rusak, dengan melipat kedua kakinya dengan tangan, dia tetap menangis dan menangis terus-menerus, sampai air matanya tak keluar lagi. Gadis itu masih saja hanyut dalam tangisan yang sia-sia itu.
*Mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN
SUKA Yogyakarta 2010 & Wartawan LPM ARENA
UIN SUKA Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar