Sabtu, 22 Januari 2011

HMI: Sebuah Nama, Sebuah Cerita

Oleh:
Aseb "Kresna" Subhan

Ada sebuah rumor mengenai sebuah kampus di Yogyakarta, khususnya tentang mahasiswi-mahasiswi-nya: sebuah kampus Islam, dengan beribu peraturan Islami, dan—barangkali—beberapa organisasi independen yang menyuarakan gema keinginan mendirikan negara Islam. Di sana salah satu peraturan “Islami” adalah keharusan mengenakan jilbab bagi mahasiswi. Terlepas dari perdebatan apakah jilbab memang made in Islam ataupun tidak, tiap harinya ada pemandangan lucu di kampus itu: para kaum hawa yang bertelanjang rambut, mengenakan jilbab secara asal-asalan di tempat parkir, kemudian siang harinya, atau sore hari, pemandangan serupa terulang dengan modus terbalik: para mahasiswi yang berjilbab asal-asalan keluar dari kampus, dan ketika sampai di tempat parkir, rambut mereka kembali berkibar, dan jilbab pun masuk tas kembali dengan sukesnya, atau dibuang ke tempat sampah berwarna merah di pojok sana.
Kemudian, masih mengenai kampus pula, tapi ini bukan rumor, di Indonesia ini, di kampus-kampus, ada sebuah organisasi mahasiswa yang memiliki nama HMI. Sepengetahuan saya hanya ada sebuah tafsir untuk nama itu: Himpunan Mahasiswa Islam. Tentu saja dalam perjalanannya organisasi ini memang kemudian terpecah menjadi dua HMI; Dipo dan MPO, dua pembagian yang merupakan sisa-sisa era ketika ideologi dan praktek merupakan dua hal yang memanaskan dunia mahasiswa, tapi itu bukan inti yang hendak saya ceritakan sekarang, saya hanya ingin mengawali dengan nama, dan sebuah pertanyaan yang menggelitik: apa bahasa Inggris dari nama HMI?
Saya yakin banyak teman HMI—setidaknya yang satu angkatan dengan saya, di Fakultas Sastra UIN Sunan Kalijaga—akan menjawab dengan pasti: Islamic Association of University Students, sebab akronim itulah yang ada dalam formulir pendaftaran menjadi anggota HMI, dan ingat, kesan pertama tak mudah dilupa, kan?
Saya juga barangkali ikut-ikutan seperti mereka, menjawab seperti itu, jika saja saya tidak karena suatu kebetulan membaca The Jakarta Post di Pusat Bahasa, Budaya, dan Agama UIN Sunan Kalijaga dan menemukan akronim lain untuk Inggrisisasi nama HMI: Association of Islamic Students.
Saya tentu saja tidak dalam posisi memutuskan mana yang benar dan mana yang salah, saya hanya yakin, masalah yang kelihatan sepele ini sebenarnya penting, sebab hanya dalam sastra Shakespeare bisa bilang What is in a name: ingat, HMI bukan organisasi sastra, bukan juga paguyuban pengagum Shakespeare.
Tahun 2005, bulan Juni, Mizan menerbitkan sebuah kamus Indonesia-Inggris yang membuat kamus John M.Echols dan Hassan Shadily bukanlah apa-apa. Tentu saja saya belum membandingkannya dengan kamus Peter Salim, tapi yakinlah, kamus yang tebalnya 1100 halaman lebih dengan ukuran 24,5 centimeter itu memang sesuai dengan komentar Hein Steinhause dalam Jurnal Indonesia: ia memiliki lema yang lebih banyak dan beragam daripada KBBI. Di kamus tersebut, dalam cetakan ketiga tahun 2009, anda akan menemukan di halaman tiga-ratus-enam-puluh-empat bahwa Himpunan Mahasiswa Islam dialih-bahasa-kan ke dalam bahasa Inggris menjadi Islamic Students Association.
Terjemahan pertama: Islamic Association of University Students, memberikan kesan bahwa HMI adalah organisasi Islam untuk mahasiswa, sementara Association of Islamic Students dan Islamic Students Association hanya berbeda dalam penyimpanan urut-urutan jenis kata, maknanya sama, atau setidaknya katakanlah sama: organisasi mahasiswa Islam.
Tunggu, tunggu, barangkali demikian anda akan berkata, bukankah bahasa Inggris dari mahasiswa adalah university student? Maka dari itu penerjemahan mahasiswa dengan student saja tak dianggap boleh?
Berbicara boleh dan tidak boleh, sebenarnya penerjemahan mahasiswa ke dalam bahasa Inggris tak-lah wajib menggunakan university student. Sebagaimana kata kakak seringkali diperbolehkan menggunakan kata brother tanpa embel-embel older (lihat misalnya Harry Potter and Deathly Hollow-nya JK Rowling), demikian pula-lah dengan kata mahasiswa. Dan ingat, ada istilah tersendiri untuk mahasiswa tiap tingkatan, istilah khusus dalam bahasa Inggris yang sama sekali tak mencantumkan embel-embel university. Mahasiswa tingkat I misalnya dalam bahasa Inggris disebut Freshman, tingkat II Sophomore, tingkat III Junior, dst.
Ada perbedaan tentu saja pada dua terjemahan untuk HMI tersebut di atas. Terjemahan pertama menitikberatkan Islam sebagai identitas organisasi, sementara yang kedua menitikberatkan keislaman mahasiswa-nya. Perbedaan ini bisa saja lahir tanpa niat apa-apa, selain barangkali perbedaan latar belakang pencipta akronim-akronim tersebut, tapi saya tertarik untuk melihatnya dari sudut pandang yang berbeda: tidakkah kedua terjemahan tersebut menunjukkan bahwa selalu ada perbedaan pemahaman akan orientasi sebuah organisasi, tergantung siapa yang memandang orientasi tersebut, sebagai misal apakah ia orang ”dalam” atau justru orang ”luar”?
Terjemahan pertama, walau saya tak yakin betul, tapi anggaplah ia dibuat oleh orang dalam, sementara terjemahan kedua adalah bikinan orang luar. Kedua bagian ini tampaknya memiliki pemahaman berbeda tentang HMI: terjemahan pertama mengisyaratkan bahwa HMI adalah sebuah organisasi Islam untuk mahasiswa—yang tentu saja harus Islam juga. Sebuah organisasi Islam, pasca pencabutan asas tunggal pancasila, tentu saja akan berasaskan Islam. Sementara terjemahan kedua mengisyaratkan bahwa HMI adalah organisasi untuk mahasiswa yang Islam. Tanpa ada kesan bahwa organisasi itu sendiri berasaskan Islam.
Kalau begitu salahkah salah satu dari terjemahan tersebut? Terlalu terburu-buru jika kita langsung memvonis demikian, sebab tanpa beranggapan bahwa sebuah organisasi berasaskan Islam, asalkan ada kesan bahwa pengikut-pengikut organisasi tersebut adalah muslim dan muslimah, kita akan tahu bahwa keislaman akan menjadi penopang organisasi tersebut. Mengapa? Sebab organisasi adalah kumpulan dari manusia-manusia, mana mungkin ada manusia-manusia muslim betah bergabung dalam organisasi yang tak menjadikan Islam sebagai panduan?
Tapi tentu saja di era ketika Islam sudah sangat universal seperti sekarang ini, penunjukkan identitas sebuah organisasi sebagai berasaskan Islam adalah sebuah hal penting, sebab ada banyak manusia Islam yang tak ingin membawa-bawa islam ke dalam keorganisasian, ada banyak manusia Islam yang mengatakan bahwa atheisme (suatu istilah yang tak jelas benar artinya, tapi okelah di sini dimaknai ketidakadaan pengakuan akan campur tangan Tuhan) adalah sisi yang harus dimunculkan ketika berorganisasi. Untuk menunjukkan penolakan terhadap sikap ”atheisme sementara” seperti itu, terjemahan pertama tentu saja lebih cocok, sebab ia menawarkan ketegasan: HMI adalah sebuah organisasi berasaskan Islam, dan ia didirikian untuk mahasiswa. Keislaman adalah sesuatu yang dimunculkan dari dalam organisasi, bukan dimunculkan belakangan dari mahasiswa-mahasiswa yang bergabung. Dengan demikian, mahasiswa menjadi sesuatu yang aktif, tapi juga memiliki kekangan, sebab bukankah banyak mahasiswa yang aktif, dan mereka muslim, tapi keaktifan mereka kemudian menjadi bumerang: sebab paham atheisme berorganisasi, suatu paham yang sangat aneh, yang menganggap ke-Islam-an sama dengan kerudung di salah satu kampus Islam di Yogyakarta: ia bisa kita pakai ketika kita merasakan ada keharusan untuk memakainya, dan kita bisa mencopotnya kapanpun kita mau, tanpa harus merasa bersalah, tanpa harus sadar bahwa ke-Islam-an kita barangkali berkurang karena hal itu, untuk kemudian memakainya lagi ketika keharusan memakai tersebut datang lagi: betapa anehnya, betapa absurdnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar